Tiga siswa SMP Negeri 1 Kayen sedang duduk nyantai di tempat duduk teras depan ruang kelas |
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan ditemukan komputer dan jaringan internet, pendidikan pada saat sekarang dapat berlangsung tidak hanya terbatas di dalam kelas tetapi dapat juga berlangsung diluar kelas. Pendidikan tidak hanya berlangsung terbatas di tempat tertentu tetapi tidak lagi dibatasi oleh tempat maupun ruang kelas. Pada artikel ini, penulis mengupas bagaimana mewujudkan Pendidikan Sebagai Proses Kegembiraan. Pendidikan yang penulis bahas pada artikel ini adalah pendidikan yang berlangsung di sekolah atau di sebuah satuan pendidikan pada jenis dan jenjang tertentu.
Sebagaimana kita ketahui, ada berbagai jenis dan jenjang pendidikan yang ada di Indonesia. Dilihat dari jenis pendidikan ada pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal. Ditinjau dari jenjangnya, ada pendidikan usia dini, pendidikan dasar,pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Proses Pembelajaran atau Proses Pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan seharusnya menjadi Proses Kegembiraan. Mengapa hal ini perlu kita wujudkan? Bapak Pendidikan Republik Indonesia Ki Hajar Dewantoro di Lembaga Pendidikanya Taman Siswa telah menerapkan pendidikan secara menyenangkan dan ada arena permainan di Lembaga Pendidikan tersebut karena pada dasarnya para siswa senang bermain. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Anies Baswedan pada saat itu (sekarang Gubernur DKI Jakarta) pada Konferensi Kerja Nasional II PGRI beberapa bulan lalu di Padang, Sumatra Barat. Dengan Pendidikan yang berlangsung sebagai proses kegembiraan diharapkan tujuan pembelajaran akan mudah dicapai.
Untuk mewujudkan Pendidikan sebagai Proses Kegembiraan di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan tertentu harus ada upaya atau usaha yang perlu dilaksanakan. Menurut pendapat penulis, usaha usaha yang perlu dilakukan di setiap jenis dan jenjang pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Sekolah Memenuhi 8 Standar Pendidikan
Pendidikan sebagai Proses Kegembiraan akan terlihat pada terpenuhinya 8 Standar Nasional Pendidikan. Kedelapan standar tersebut adalah Standar Isi, Standar Proses, Standar Pengelolaan, Standar Penilaian,Standar Pendidik, Standar Kependidikan, Standar Sarana Prasarana dan Standar Pembiayaan.
Kedelapan Standar Pendidikan tersebut berkaitan dan saling menopang antara satu standar dengan standar lainnya. Apabila satu standar tidak terpenuhi maka akan berakibat perjalanan proses belajar mengajar di sebuah satuan pendidikan atau perjalanan sekolah akan pincang. Misalnya tidak terpenuhinya Standar Pendidik. Guru yang tidak profesional di sebuah satuan pendidikan, akan berakibat pembelajaran akan tersendat sendat bahkan pembelajaran bisa menjadi berantakan. Sebagai akibatnya adalah para siswa akan merasa sedih dan kecewa karena pembelajaran yang diberikan guru tersebut tidak bermutu. Akibat terburuknya adalah tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Demikian pula sebaliknya, para siswa yang dididik oleh guru yang profesional, mereka akan gembira. Para siswa tidak merasakan waktu yang lama dalam mengikuti proses pembelajaran tersebut. Karena para siswa merasa senang maka pembelajaran lebih bermakna. Pada akhir pembelajaran, tujuan pembelajaran dapat dicapai.
Terpenuhinya Standar Sarana dan Prasarana di sebuah satuan pendidikan dapat dilihat dari teresdianya semua ruang yang dibutuhkan dan terpenuhi standarnya. Ruang yang dibutuhkan di sebuah satuan pendidikan adalah Ruang Kelas, Ruang Guru, Ruang TU, Ruang Kepala Sekolah, Perpustakaan, Laboratorium, Ruang OSIS, Kantin, Toilet atau WC, Ruang UKS, Ruang OSIS, Tempat Ibadah, Ruang Bimbingan Konseling. Di setiap titik ruang khususnya di Toilet, Kamar mandi, Laboratorium,Tempat Ibadah dan di beberapa titik tempat selalu tersedia air bersih. Selain itu semua ruang ada fentilasi, ada penerangan, dan terjaga kebersihan dan kerapiannya.
2. Pelaksanaan Tata Tertib secara sungguh-sungguh.
Proses kegembiraan bukan berati tanpa aturan. Tata tertib siswa, tata tertib guru, tata tertib karyawan dibuat sedemikian rupa dan harus dipatuhi agar supaya tercipta suatu sistem pembelajaran yang baik. Dengan pelaksanaan tata tertib secara sungguh sungguh maka akan tercipta kedisiplinan dan ketertiban. Kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi bila sekolah tidak mempunyai tata tertib atau aturan yang mengikat. Kemungkinan besar akan terjadi kekacauan dan ketidak pastian. Para guru mungkin akan seenaknya datang ke sekolah dan beberapa hari mungkin mereka tidak masuk sekolah. Para siswa akan leluasa keluar masuk kelas. Para siswa mengenakan pakaian yang sesuka hatinya. Para karyawan mungkin tidak masuk beberapa hari. Kalau kekacauan dan ketidak pastian terjadi, maka tidak akan dapat berlangsung proses pembelajaran. Dengan demikian, satuan pendidikan yang tidak mempunyai tata tertib hampir dapat dipastikan satuan pendidikan atau sekolah tersebut akan gulung tikar. Oleh karena itu tata tertib perlu dibuat dan wajib dipatuhi warga sekolah sesuai dengan posisinya secara sungguh sungguh. Dengan demikian akan tercipta kedisiplinan, ketertiban dan iklim kondusif atau hubungan harmonis di satuan pendidikan .
3. Proses Pembelajaran di ruang kelas yang menyenangkan.
Kegembiraan dapat diartikan suasana yang menyenangkan atau suasana yang tidak menyedihkan. Suasana tidak menyedihkan berarti pada proses pembelajaran para siswa tidak stress atau dalam tekanan baik tekanan fisik maupun tekanan psikologis. Dalam proses pembelajaran yang menggembirakan peserta didik akan merasakan demikian singkat waktu pembelajaran. Mereka tidak merasakan lamanya pembelajaran. Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode dan media pembelajaran yang bervariasi, para siswa tidak akan bosan. Para siswa dan guru kadang tersenyum, Para siswa dan guru kadang tertawa. Tetapi senyum dan tawa guru dan siswa masih dalam taraf kewajaran.
4. Mensiswakan siswa.
Mensiswakan siswa maksud penulis adalah sama dengan memanusiakan siswa. Memanusiakan siswa berati guru memposisikan para siswa sebagai manusia. Sebagai manusia biasa, para siswa mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Misalnya dalam pemberian tugas atau pekerjaan kepada para siswa, guru seharusnya mengingat berapa waktu yang dibutuhkan para siswa untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan tersebut. Adalah tidak bijaksana apabila guru memberikan tugas yang sulit dan banyak dengan waktu pengerjaan yang singkat. Jika setiap guru mata pelajaran memberikan tugas dengan waktu mengerjakan 2 jam, maka para siswa akan membutuhkan 10 jam untuk mengerjakan tugas 5 mata pelajaran. Dengan demikian, para siswa akan terbebani secara psikologis, tenaga dan pikiran. Dengan tugas atau pekerjaan yang begitu berat, para siswa tidak mempunyai waktu untuk beribadah sesuai dengan agamanya. Para siswa tidak ada kesempatan bermain dan atau membantu pekerjaan orang tua di rumah.Tugas atau pekerjaan siswa sebaiknya mmang perlu diberikan tetapi tidak memberatkan para siswa.
Contoh bentuk lain mensiswakan siswa adalah bila ada ulangan harian. Para siswa akan memperoleh nilai yang bervariasi. Adalah tidak mungkin menuntut semua siswa memperoleh nilai diatas 8. Guru yang bijaksana tentu akan menghargai berapapun nilai yang diperoleh para siswa. Bila kita sebagai guru di sekolah, mau berkata jujur, kita akan melihat suatu kenyataan bahwa tidak lebih dari separoh siswa tiap-tiap kelas yang memperoleh nilai diatas KKM bila ada ulangan harian. Kekurangan nilai akan ditutup dengan ulangan remedial ataupun pemberian tugas pada siswa tersebut sehingga para siswa memperoleh nilai diatas KKM untuk materi atau kompetensi dasar tertentu.
Guru yang bijak akan memberi tahu pada para siswa waktu akan ada ulangan. Tidak hanya itu, guru juga memberi tahu batasan materi yang diteskan. Dengan demikian para siswa akan lebih siap untuk mengerjakan soal ulangan karena mereka telah mempelajari materi yang akan diteskan secara maksimal.
Guru yang bijak akan memberi tahu pada para siswa waktu akan ada ulangan. Tidak hanya itu, guru juga memberi tahu batasan materi yang diteskan. Dengan demikian para siswa akan lebih siap untuk mengerjakan soal ulangan karena mereka telah mempelajari materi yang akan diteskan secara maksimal.
5. Guru sebaiknya tidak memberi sanksi atau hukuman kepada para siswa secara berlebihan.
Kadang dalam proses pembelajaran siswa melakukan sebuah pelanggaran. Karena pembelajaran adalah sebuah proses pendidikan adalah tidak bijaksana apabila seorang guru memberikan sanksi atau hukuman yang tidak disesuaikan dengan tingkat pelanggaran siswa. Apabila ada siswa dalam proses pembelajaran tidak konsentrasi atau menggangu siswa yang lain, atau ramai sendiri, guru lebih baik menasehati atau mengingatkan mereka untuk tidak melakukan hal demikian itu. Kata-kata yang tidak sepentasnya terucapkan dari guru tidak seharusnya terucapkan. Demikian juga tidakan kekerasan fisik maupun mental tak boleh dilakukan oleh pendidik. Sebagaimana apapun yang kita lakukan atau kerjakan di kelas kemungkinan besar akan dicontoh oleh para siswa.Sanksi yang berlebihan kepada siswa, akan dikenang oleh siswa seumur hidup siswa.
6. Guru lebih suka memberi penghargaan kepada para siswa dari pada hukuman.
Sebagai manusia biasa, para siswa baik disengaja maupun tidak kadang membuat kesalahan. Sebagai guru kita pasti memahami permasalahn ini. Namun demikian hukuman atau sanksi yang diberikan guru sebaiknya disesuaikan dengan tingkat pelanggaran siswa tersebut. Adalah bijaksana apabila para guru mengingatkan atau memperingatkan siswa tersebut untuk tidak mengulanginya. Peringatan sekali,dua kali dan tiga kali siswa melakukan kesalahan baru hukuman diberikan. Para guru sebaiknya tidak selalu mencari kesalahan siswa, tetapi para guru juga melihat kemajuan yang telah dicapai oleh para siswanya. Supaya ada keseimbangan, gurut tidak hanya melihat segi negatif dari siswa tetapi guru juga memperhatikan juga segi positinya. Menurut pendapat penulis, para siswa disekolah pasti akan merasa sangat gembira dan mereka akan selalu mengenang kebaikan para guru yang lebih suka menghargai siswa dari pada para guru yang suka mencari kesalahan siswa kemudian menghukumnya.
7. Guru melaksanakan tugas keprofesionalan guru sesuai dengan UU No 14 No. 2005, Pasal 20 tentang Guru dan Dosen, yaitu:
Semua siswa akan merasa senang apabila guru mereka mampu bertindak adil di dalam proses pembelajaran maupun memberikan penilaian kepada mereka. Dalam memperlakukan para siswa, guru tidak boleh membeda bedakan suku,agama,ras,jenis kelamin, golongan, warna kulit, anak si kaya atau anak si miskin. Para siswa akan tersakiti apabila mereka diperlakukan secara tidak adil.
8. Sekolah menyediakan audio visual misalnya speaker aktif atau pengeras suara
Speaker aktif perlu disediakan oleh sekolah. Fungsi utama dari speaker aktif adalah untuk memberi informasi atau pengumuman yang sifatnya mendadak dan sangat penting. Selain itu, speaker aktif kadang digunakan untuk memperdengarkan lagu-lagu nasional, lagu lagu kedaerahan atau alunan musik pada saat sebelum pelajaran atau istirahat. Dengan diperdengarkan lagu lagu tersebut akan membuat pikiran siswa segar kembali.
9. Adanya tempat bermain atau rekreasi di sekolah.
7. Guru melaksanakan tugas keprofesionalan guru sesuai dengan UU No 14 No. 2005, Pasal 20 tentang Guru dan Dosen, yaitu:
a.
merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta
menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b.
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c.
bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d.
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru,
serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e.
memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.Semua siswa akan merasa senang apabila guru mereka mampu bertindak adil di dalam proses pembelajaran maupun memberikan penilaian kepada mereka. Dalam memperlakukan para siswa, guru tidak boleh membeda bedakan suku,agama,ras,jenis kelamin, golongan, warna kulit, anak si kaya atau anak si miskin. Para siswa akan tersakiti apabila mereka diperlakukan secara tidak adil.
8. Sekolah menyediakan audio visual misalnya speaker aktif atau pengeras suara
Speaker aktif perlu disediakan oleh sekolah. Fungsi utama dari speaker aktif adalah untuk memberi informasi atau pengumuman yang sifatnya mendadak dan sangat penting. Selain itu, speaker aktif kadang digunakan untuk memperdengarkan lagu-lagu nasional, lagu lagu kedaerahan atau alunan musik pada saat sebelum pelajaran atau istirahat. Dengan diperdengarkan lagu lagu tersebut akan membuat pikiran siswa segar kembali.
9. Adanya tempat bermain atau rekreasi di sekolah.
Tempat olah raga sekaligus tempat bermain di sekolah perlu diupayakan keberadaanya. Lapangan sepak bola, lapangan bola voley, lapangan bola basket dll. Halaman sekolah yang cukup luas untuk melaksanakan upacara bendera dan kegiatan lainnya misalnya kepramukaan, PMR, Baris Berbaris, Bela Diri dan kegiatan lainnya. Pohon pohon yang cukup rindang dan dibawahnya disediakan tempat duduk adalah perlu untuk rekrasi siswa sewaktu istirahat. Halaman yang cukup luas dan berbagai pohon rindang dan taman akan membuat udara tetap sejuk dan segar. Setelah jam istirahat selesai, pikiran para siswa akan terasa fresh dan segar kembali
Para pembaca yang budiman. Demikian pendapat penulis untuk mewujudkan Pendidikan Sebagai Proses Kegembiraan. Pada bagian akhir artikel ini, sebagai guru kita tentu akan sependapat dengan apa yang telah dituliskan oleh Dorothy Law Nolte, Ph.D. dalam bukunya "Children Learn What They Live" Anak anak belajar dari kehidupannya. Dalam buku tersebut, Dorothy menuliskan:
Kalimat kalimat tersebut apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia adalah kurang lebih demikian:
If children live with criticism, they learn to condemn.
If children live with hostility, they learn to fight.
If children live with fear, they learn to be apprehensive.
If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves.
If children live with ridicule, they learn to feel shy.
If children live with jealousy, they learn to feel envy.
If children live with shame, they learn to feel guilty.
If children live with encouragement, they learn confidence.
If children live with tolerance, they learn patience.
If children live with praise, they learn appreciation.
If children live with acceptance, they learn to love.
If children live with approval, they learn to like themselves.
If children live with recognition, they learn it is good to have a goal.
If children live with sharing, they learn generosity.
If children live with honesty, they learn truthfulness.
If children live with fairness, they learn justice.
If children live with kindness and consideration, they learn respect.
If children live with security, they learn to have faith in themselves and in those about them.
If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.
If children live with hostility, they learn to fight.
If children live with fear, they learn to be apprehensive.
If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves.
If children live with ridicule, they learn to feel shy.
If children live with jealousy, they learn to feel envy.
If children live with shame, they learn to feel guilty.
If children live with encouragement, they learn confidence.
If children live with tolerance, they learn patience.
If children live with praise, they learn appreciation.
If children live with acceptance, they learn to love.
If children live with approval, they learn to like themselves.
If children live with recognition, they learn it is good to have a goal.
If children live with sharing, they learn generosity.
If children live with honesty, they learn truthfulness.
If children live with fairness, they learn justice.
If children live with kindness and consideration, they learn respect.
If children live with security, they learn to have faith in themselves and in those about them.
If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.
Kalimat kalimat tersebut apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia adalah kurang lebih demikian:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, dia belajar memaki
Jika anak
dibesarkan dengan permusuhan/kekerasan, dia belajar membenci
Jika anak
dibesarkan dengan cemoohan, dia belajar rendah diri
Jika anak
dibesarkan dengan hinaan, dia belajar menyesali diri
Jika anak
dibesarkan dengan toleransi, dia belajar menahan diri
Jika anak
dibesarkan dengan pujian, dia belajar menghargai
Jika anak
dibesarkan dengan dorongan, dia belajar percaya diri
Jika anak
dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, dia belajar keadilan
Jika anak
dibesarkan dengan rasa aman, dia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, dia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, dia pun belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Tak ada gading yang tak retak. Tiada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa segala kesempurnaan. Sebagai manusia biasa, penulis tentu membuat banyak kekurangan pada penulisan artikel ini karena keterbatasan penulis semata. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca senantiasa penulis harapkan. Demikian, semoga artikel ini dapat sedikit menyumbang pada Bidang Pendidikan di negeri kita tercinta Indonesia dan Pendidikan di dunia pada umumnya.
Bila para pembaca berkenan, silakan baca artikel tentang Pendidikan yang penulis postingkan:
1. Memuliakan Guru
2. Peran Orang Tua Dan Guru Dalam Membangun Karakter Kejujuran Siswa
Bila para pembaca berkenan, silakan baca artikel tentang Pendidikan yang penulis postingkan:
1. Memuliakan Guru
2. Peran Orang Tua Dan Guru Dalam Membangun Karakter Kejujuran Siswa
0 komentar :
Posting Komentar