Laman

Senin, 20 April 2015

Sekilas Mengenang Perjuangan RA Kartini

Dirangkum dari berbagai sumber dan dipostingkan oleh Admin Web. 

Raden Ajeng Kartini atau Raden Ayu Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah putri dari Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dengan istri pertamanya MA Ngasirah. RA. Kartini dikenal sebagai wanita yang mempelopori kesetaraan derajat antara wanita dan pria di Indonesia. merasakan banyaknya diskriminasi yang terjadi antara pria dan wanita pada masa itu, dimana beberapa perempuan sama sekali tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan. Kartini sendiri mengalami kejadian ini ketika ia tidak diperbolehkan melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi.


Video  Latihan Menyanyi Lagu Ibu Kita Kartini oleh para siswa SMP Negeri 1 Kayen untuk persiapan Upacara Bendera memperingati Hari Kartini, 21 April 2015.
 
 

RA Kartini sering berkorespondensi (surat menyurat) dengan teman-temannya di luar negeri, dan akhirnya surat-surat tersebut dikumpulkan oleh Rosa Abendanon dan diterbitkan sebagai buku dengan judul “Door Duisternis tot Licht” yang diartikan dalam Bahasa Indonesia “Dari Kegelapan Menuju Cahaya  “  Balai Pustaka pada tahun 1922 menerbitkan buku tersebut dengan judul  “Habis Gelap Terbitlah Terang” dengan Bahasa Melayu sehingga dapat dibaca dan dipahami oleh masyarakat Indonesia.

RA Kartini pada usia 12 tahun dilarang melanjutkan studinya setelah sebelumnya bersekolah di Europese Lagere School (ELS) dimana ia juga belajar bahasa Belanda. Larangan untuk Kartini mengejar cita-cita bersekolahnya muncul dari orang yang paling dekat dengannya, yaitu ayahnya sendiri. Ayahnya bersikeras Kartini harus tinggal di rumah karena usianya sudah mencapai 12 tahun, berarti ia sudah bisa dipingit.


Selama masa ia tinggal di rumah, Kartini kecil mulai menulis surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda, dimana ia kemudian mengenal Rosa Abendanon yang sering mendukung apapun yang direncanakan Kartini. Dari Abendanon jugalah Kartini kecil mulai sering membaca buku-buku dan koran Eropa yang menyulut api baru di dalam hati Kartini, yaitu tentang bagaimana wanita-wanita Eropa mampu berpikir sangat maju. Api tersebut menjadi semakin besar karena ia melihat perempuan-perempuan Indonesia ada pada strata sosial yang amat rendah. Sebagian isi dari surat tersebut adalah dibolehkannya perempuan-perempuan Indonesia dapat mengenyam pendidikan setara dengan laki-laki.


Pada tanggal 12 November 1903, Kartini dipaksa menikah dengan bupati Rembang oleh orangtuanya. Bupati yang bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat ini sebelumnya sudah memiliki istri, namun ternyata suaminya sangat mengerti cita-cita Kartini dan memperbolehkan Kartini membangun sebuah sekolah wanita. Selama pernikahannya, Kartini hanya memiliki satu anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Kartini kemudian menghembuskan nafas terakhirnya 4 hari setelah melahirkan anak satu-satunya di usia 25 tahun.


RA Kartini telah meninggalkan kita lebih dari satu abad lalu. Dengan perjuangan beliau  semua perempuan di Negeri Indonesia  memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk bersekolah. Setiap tanggal 21 April kita peringati sebagai Hari Kartini. Sudah selayaknya bagi kita untuk menghargai jasa Pahlawan Nasional ini. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. 

Tiga puluh lima tahun lalu, semasa Admin Web masih SD makam RA Kartini yang berada di Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang pada bulan April begitu banyak yang berziarah kesana. Dari orang Nomor Satu Indonesia, Para Pejabat di Negeri ini, para menteri, para wakil rakyat, para gubernur dan masyarakat Indonesia pada bulan April seperti saat sekarang ini, banyak peziarah yang berkunjung ke makam beliau untuk mendoakan beliau. Apakah sekarang pengunjung juga demikian? Silakan para pembaca yang menyimpulkannya sendiri. Demikian, semoga posting ini bermanfaat. 

Gambar dan Video Upacara Peringatan Hari Kartini dan Ultah Sekolah SMP N 1 Kayen  : Silakan klik disini

0 komentar :

Posting Komentar