Ditulis dan dipostingkan : Kamis, 21 Agustus 2014. Oleh Admin Web.
Pengertian Norma, Kebiasaan, Adat-istiadat dan Peraturan
Baiklah para pembaca web SMPN 1 yang berbahagia, pada posting ini kita membahas tentang Norma norma dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Pengertian Norma, Kebiasaan, Adat-istiadat dan Peraturan
Setiap
individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu atau
kelompok lainnya. Interaksi sosial mereka juga senantiasa didasari oleh adat
dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya interaksi sosial di dalam
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lain
sebagainya. Masyarakat yang menginginkan hidup aman, tentram dan damai tanpa
gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu “tata”. Tata itu berwujud
aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam
pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan
terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing.
Tata itu lazim disebut kaidah (berasal dari bahasa Arab) atau norma (berasal
dari bahasa Latin) atau ukuran-ukuran.
Norma-norma
itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud perintah dan larangan.
Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena
akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi
seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang
tidak baik.
Ada
bermacam-macam norma yang telah dikenal luas ada empat, yaitu:
a.
Norma Agama ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai
perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari
Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari
Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat.
Contoh
norma agama ini diantaranya ialah:
a)
“Kamu dilarang membunuh”.
b)
“Kamu dilarang mencuri”.
c)
“Kamu harus patuh kepada orang tua”.
d)
“Kamu harus beribadah”.
e)
“Kamu jangan menipu”.
b.
Norma Kesusilaan ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati
sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang
berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat
diterima oleh seluruh umat manusia.
Contoh
norma ini diantaranya ialah :
a)
“Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain”.
b)
“Kamu harus berlaku jujur”.
c)
“Kamu harus berbuat baik terhadap sesamamanusia”.
d)
“Kamu dilarang membunuh sesama manusia”.
c.
Norma Kesopanan ialah peraturan hidup yang timbul dalam pergaulan
antar manusia dalam masyarakat. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini
ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat
yang bersangkutan itu sendiri.
Hakikat
norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat
istiadat. Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia,
melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi
segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan
masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian.
Contoh
norma ini diantaranya ialah :
a)
“Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus
dan lain-lain, terutama wanita yang tua, hamil atau membawa bayi”.
b)
“Jangan makan sambil berbicara”.
c)
“Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat” dan.
d)
“Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”. Kebiasaan merupakan
norma yang keberadaannya dalam masyarakat diterima sebagai aturan yang mengikat
walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah.
Kebiasaan
adalah tingkah laku dalam masyarakat yang dilakukan berulang-ulang mengenai
sesuatu hal yang sama, yang dianggap sebagai aturan hidup. Adat istiadat adalah
kebiasaan-kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksud
mengatur tata tertib. Ada pula yang menganggap adat istiadat sebagai peraturan
sopan santun yang turun temurun Pada umumnya adat istiadat merupakan tradisi.
Adat bersumber pada sesuatu yang suci (sakral) dan berhubungan dengan tradisi
rakyat yang telah turun temurun, sedangkan kebiasaan tidak merupakan tradisi
rakyat.
d.
Norma Hukum ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh
lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat
dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa
berupa peraturan perundangundangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama.
Keistimewaan
norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa ancaman
hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan hukum
bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu
kekuasaan negara.
Contoh
norma ini diantaranya ialah :
a)
“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/ nyawa orang lain, dihukum
karena membunuh dengan hukuman setingi-tingginya 15 tahun”.
b)
“Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah diadakan, diwajibkan
mengganti kerugian”, misalnya jual beli.
c)
“Dilarang mengganggu ketertiban umum”.
Hukum
biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan yang tertulis, atau disebut juga
perundang-undangan. Perundang-undangan baik yang sifatnya nasional maupun
peraturan daerah dibuat oleh lembaga formal yang diberi kewenangan untuk
membuatnya. Oleh karena itu, norma hukum sangat mengikat bagi warga negara.
Hubungan Antar Norma
Kehidupan
manusia dalam bermasyarakat, selain diatur oleh hukum juga diatur oleh
norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya.
Kaidah-kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat
di mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah social
lainnya itu saling mengisi artinya kaidah sosial mengatur kehidupan manusia
dalam masyarakat dalam hal-hal hukum tidak mengaturnya. Selain saling mengisi,
juga saling memperkuat. Suatu kaidah hukum, misalnya “kamu tidak boleh
membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya. Kaidah agama, kesusilaan, dan
adat juga berisi suruhan yang sama. Dengan demikian, tanpa adanya kaidah hukum
pun dalam masyarakat sudah ada larangan untuk membunuh sesamanya. Hal yang sama
juga berlaku untuk “pencurian”, “penipuan”, dan lain-lain pelanggaran hukum.
Hubungan antara norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum yang tidak dapat
dipisahkan itu dibedakan karena masing-masing memiliki sumber yang berlainan.
Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Norma
kesusilaan sumbernya suara hati. Norma kesopanan sumbernya keyakinan masyarakat
yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya peraturan perundang-undangan.
HAKIKAT DAN ARTI PENTING HUKUM BAGI WARGA NEGARA
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum
Hukum
adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang
mengatur tata tertib dalam masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh
anggota masyarakat. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat
menimbulkan tindakan oleh pemerintah/ penguasa.
Untuk
lebih memudahkan batasan pengertian hukum, perlu kalian ketahui unsur-unsur dan
ciri-ciri hukum, yaitu:
a.
Unsur-unsur hukum di antaranya ialah:
1)
Peraturan mengenai tingkah laku dalam pergaulan masyarakat;
2)
Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
3)
Peraturan itu pada umumnya bersifat memaksa, dan
4)
Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
b.
Ciri-ciri hukum yaitu:
1)
Adanya perintah dan larangan
2)
Perintah dan larangan itu harus ditaati setiap orang.
2. Tujuan Hukum
Secara
umum tujuan hukum dirumuskan sebagai berikut:
a.
Untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.
b.
Untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak
dapat diganggu.
c.
Untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia.
Kalian
dapat bayangkan, bagaimana kalau dalam masyarakat dan negara tidak ada atau
tidak berlaku hukum. Apa yang akan terjadi? Hukum sangat penting bagi setiap
orang dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pertanyaan mengenai apa
fungsi hukum itu dapat dikembalikan pada pertanyaan dasar : Apakah tujuan hukum
itu ? Tujuan pokok dari hukum adalah terciptanya ketertiban dalam masyarakat.
Ketertiban adalah tujuan pokok dari hukum. Ketertiban merupakan syarat pokok
(fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia di manapun juga. Untuk
mencapai ketertiban dalam masyarakat diperlukan adanya kepastian hukum dalam
pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban
masyarakat, manusia tidak mungkin mengembangkan bakat-bakat dan kemampuan yang
diberikan Tuhan kepadanya secara optimal. Dengan demikian, tujuan hukum adalah
terpelihara dan terjaminnya kepastian dan ketertiban. Selain itu, menurut
Mochtar Kusumaatmadja, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan.
Namun, keadilan itu sering dipahami secara berbeda-beda isi dan ukurannya,
menurut masyarakat dan zamannya.
3. Pembagian Hukum
Hukum
menurut bentuknya dibedakan antara hukum tertulis dan hukum tak tertulis. Hukum
Tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundangan.
Sedangkan Hukum Tak Tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan
dalam masyarakat tetapi tidak tertulis (disebut hukum kebiasaan).
Apabila
dilihat menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik.
Hukum Privat (Hukum Sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara
orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada
kepentingan perseorangan, misal Hukum Perdata. Adapun Hukum Publik (Hukum
Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat
perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (warga negara).
Hukum
Publik terdiri dari :
1).
Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan
pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat
perlengkapannya satu sama lain, dan hubungan antara Negara (Pemerintah Pusat)
dengan bagian-bagian Negara (daerah-daerah swantantra).
2).
Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata
Pemerintahan), yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan
kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
3).
Hukum Pidana (Pidana=hukuman), yaitu hukum yang mengatur
perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang
melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke
muka pengadilan.
4).
Hukum Internasional, yang terdiri dari Hukum Perdata Internasional dan
Hukum Publik Internasional. Hukum Perdata Internasional, yaitu hukum yang
mengatur hubungan-hukum antara warga negarawarga negara sesuatu bangsa dengan
warga negara-warga negara dari Negara lain dalam hubungan internasional. Hukum
Publik Internasional (Hukum Antara Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara negara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam hubungan
internasional.
4. Arti Penting Hukum bagi Warga Negara.
Kaji
dengan seksama dan renungkan cerita berikut ini.
Seorang
pencuri tertangkap tangan, kemudian dipukuli beramai-ramai oleh masyarakat
setempat. Menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3)
Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya hukum menjadi panglima dan
memiliki kedudukan utama Jadi tidak dibenarkan masyarakat menghakimi sendiri.
Pencuri tersebut harus diserahkan pada polisi untuk ditindak lebih lanjut,
sesuai dengan proses hokum yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Bersalah
atau tidaknya pencuri tersebut tergantung kepada keputusan hakim (Pengadilan).
Tindakan tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia sebagaimana diatur
dalam pasal 28A, 28G dan 28I UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
tentang “ Hak hidup, hak atas perlindungan diri dan hak untuk tidak disiksa.”
Penduduk
adalah seseorang yang tinggal di suatu tempat tertentu. Apakah semua penduduk
yang tinggal di tempat tertentu juga merupakan warga negara? Apakah yang
dimaksud warga negara? Tidak semua penduduk adalah warga negara. Tidak semua
orang yang tinggal dan menetap di Indonesia adalah warga Negara Indonesia,
karena ada pula warga negara lain. Menjadi warga negara berarti memiliki ikatan
dengan suatu negara. Warga negara Indonesia adalah seseorang yang memiliki
ikatan secara hukum dengan negara Indonesia.
Menurut
Pasal 26 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:
(1)
Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warganegara.
(2)
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia
(3)Hal-hal
mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Yang
dimaksud dengan undang-undang dalam Pasal 26 ayat 3 tersebut di atas adalah UU
RI No.12 Tahun
2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Dalam
Pasal 1 ayat (1)-nya dinyatakan bahwa: “Warga Negara adalah warga suatu negara
yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan”. Orang tersebut harus
tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia serta memiliki hak dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum Indonesia dimana pun orang tersebut
tinggal. Seorang yang hanya menjadi penduduk memiliki ikatan karena dia tinggal
di tempat tersebut. Orang tersebut memiliki hak dan kewajiban terkait dengan
tinggalnya di tempat tersebut. Hak tersebut, misalnya hak untuk mendapatkan
perlindungan, tetapi dia tidak berhak untuk memilih dan dipilih ditempat
tinggalnya itu karena dia bukan warga negara. Kewajibannya sebagai penduduk
juga terbatas, misalnya wajib melaporkan diri dan wajib membayar pajak tertentu
saja. Hak dan kewajiban sebagai penduduk berakhir pada saat penduduk tersebut
pindah tempat tinggal ke daerah lain atau negara lain. Misalnya, Habiburrahman
adalah Warga Negara Indonesia, yang tinggal di Mesir. Oleh karena itu
Habiburrahman memiliki hak dan kewajiban sebagai penduduk Mesir. Hal tersebut
akan berakhir, jika kemudian ia berpindah ke Singapura. Hak dan kewajiban
sebagai penduduk berakhir bersamaan dengan pindahnya seseorang ke tempat
tinggal lain. Akan tetapi hak dan kewajiban sebagai warga negara selalu ada dan
melekat sepanjang tetap sebagai warga negara. Artinya hak dan kewajiban
Habiburrahman sebagai warga negara Indonesia tetap ada dan melekat sepanjang
dia masih menjadi WNI, meskipun dia tinggal di Mesir, Singapura, atau tempat
lainya.
Warga
negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli atau orang asing yang
disahkan menjadi warga negara berdasarkan ketentuan undang-undang. Yang
dimaksud dengan “bangsa Indonesia asli” adalah orang Indonesia yang menjadi
warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. Orang asing dapat memperoleh status
kewarganegaraan setelah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Orang asing yang ingin menjadi warga negara Indonesia (naturalisasi) harus
mengajukan permohonan kepada Presiden untuk menjadi warga negara Indonesia dan
memenuhi syarat tertentu.
Permohonan
pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a.
Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah;
b. Pada
waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal diwilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berurut-urut atau paling singkat 10 (sepuluh)
tahun tidak berturut-turut.
c.
Sehat jasmani dan rohani;
d.
Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
e.
Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang di-ancam
dengan pidana penjara 1 (satu) tahun lebih;
f. Jika
dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
kewarganegaraan ganda;
g.
Mempunyai pekerjaan dan /atau berpenghasilan tetap;
h.
Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.
Status
sebagai warga negara Indonesia juga dapat hilang karena berbagai hal,
diantaranya adalah memperoleh kewarganegaraan lain karena kemauan sendiri,
masuk dalam dinas tentara asing tanpa ijin terlebih dahulu dari presiden.
Setiap
warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga
negaranya. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesian nomor 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
5. Siapa Warga Negara
Pasal 4
dan 5 UU RI No.12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa warga negara
adalah :
a.
Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundangundangan dan atau berdasarkan
perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum
Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
b. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia;
c. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia
dan ibu warga Negara asing;
d. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan
ibu Warga Negara Indonesia;
e. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia,
tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
f. Anak
yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
g. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
h. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang
diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan
itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atan belum
kawin;
i.
Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j.
Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
k. Anak
yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
l. Anak
yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan
ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
m. Anak
dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya,kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
n. Anak
Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18
(delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
o. Anak
Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
( Sumber : http://asefts63.wordpress.com/)
0 komentar :
Posting Komentar